Jumat, 23 Maret 2012

AFIKS


1.Pengertian Afiks
     Imbuhan (afiks) adalah suatu bentuk linguistik yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung, yang bukan kata dan bukan pokok kata. Melainkan mengubah leksem menjadi kata kompleks, artinya mengubah leksem itu menjadi kata yang mempunyai arti lebih lengkap, seperti mempunyai subjek, predikat dan objek. Sedangkan prosesnya sendiri di sebut afiksasi (affixation).
     Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsure-unsur (1) dasar atau bentuk dasar (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif. Namun, proses ini tidak berlaku untuk semua bahasa. Ada sejumlah bahasa yang tidak mengenal proses afiksasi ini.
      Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi  dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi, misalnya meja, beli, makan dll, dalam bahasa Indonesia ; atau go, write, sing dan like dalam bahasa Inggirs. Dapat juga berupa bentuk kompleks, seperti terbelakang pada keterbelakangan, berlaku pada kata memberlakukan. Dapat juga berupa frase, seperti ikut serta pada keikutsertaan.
      Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Jenis-jenis afiks di bedakan menurut posisinya dan sifat kata yang dibentuknya.
2.Jenis- jenis afiks
A. Afiks menurut sifat kata yang dibentuknya
    1. Afiks Inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata inflektif atau paradigma infleksional . misalnya, sufiks –s pada kata books sebagai penanda jamak, atau sufiks –ed pada kata looked sebagai penanda kala lampau dalam bahasa Inggris. Atau bias dikatakan dalam proses pembentukan kata tetap mempertahankan identitasnya.
contoh : 1). Bawa  (verba) → membawa (verba)
                                                dibawa     (verba)
                                                 terbawa   (verba)
     2. Afiks Derivatif adalah afiks yang dalam proses pembentukan kata melampaui identitas kata atau afiks yang dalam proses pembentukan kata, menghasilkan kata baru
contoh : 1). Bawa  (verba) → bawaan        (nomina)
                                                pembawaan (nomina)
Contoh dalam bahasa Indonesia
dari leksem SELESAI dapat dibentuk leksem baru SELESAIKAN dengan membubuhkan afiks derivasional –kan. Dari leksem SELESAIKAN dapat dibentuk kata-kata menyelesaikan, diselesaikan, kuselesaikan dan kauselesaikan, dengan membubuhkan afiks-afiks inflektif meng-, di-, ku-, kau- (kalau ku- dan kau- kita anggap sebagai afiks).
Leksem selesai dapat pula dibentuk menjadi leksem baru PENYELESAIAN dengan membubuhkan konfiks derivasional peng-an. Dari leksem baru PENYELESAIAN dapat dibentuk kata penyelesaiannya dengan membubuhkan inflektif –nya.
Hubungan antara bentuk-bentuk tersebut dapat dilihat dalam bagan paradigm sebagai berikut:
PARADIGMA 1
PARADIGMA 1
PARADIGMA 1
1).SELESAI
-
-
-
-
(selesainya)
SELESAIKAN
menyelesaikan
diselesaikan
kuselesaikan
kauselesaikan
-
PENYELESAIAN
-
-
-
-
Penyelesaiannya
2).TUTUP
menutup
ditutup
kututup
kaututup
TUTUPI
menutupi
ditutupi
kututupi
kaututupi
TUTUPKAN
menutupkan
ditutupkan
kututupkan
kaututupkan
3).TINNGI
meninggi
-
-
-
PERTINGGI
mempertinggi
dipertinggi
kupertinggi
kaupertinggi
TINGGIKAN
meninggikan
ditinggikan
kutinggikan
kautinggikan
Dalam contoh 1) diatas, afiks –kan dan peng-an adalah pembentuk kata-kata baru dalam paradigm yang berbeda, sedangkan meng-, di-, ku-, dank au- adalah afiks-afiks pembentuk kata-kata baru dalam paradigm yang sama. Demikian pula –I , dan –kan pada contoh 2) serta per- dan –kan pada contoh 3) merupakan afiks-afiks pembentuk kata yang berbeda dalam paradigma yang berlainan, sedangkan afiks-afiks meng-, di-, ku-, dank au- adalah afiks-afiks pembentuk kata dalam paradigm yang sama. Dengan kata lain, afiks-afiks –kan dan peng-kan pada contoh 1), -I, dan –kan pada contoh 2), serta per- dan –kan pada contoh 3) adalah afiks-afiks derivasional karena afiks-afiks tersebut membentuk kata-kata yang berbeda bentuknay dalam paradigm yang berbeda; sedangkan afiks-afiks men-, di-, ku- dan, kau- baik pada contoh 1) maupun pada contoh 2) dan 3) adalah afiks-afiks inflektif karena masing-masing membentuk kata yang bentuknya dalam paradigm yang sama.
PERBEDAAN AFIKS DERIVATIF DENGAN AFIKS INFLEKTIF
a. afiks derivatif membentuk kata yang yang sama jenisnya dengan kata tunggal, sedangkan     afiks inflektif tidak (terutama dalam bahas inggris, mungkin dalam Bahasa Indonesia     tidak).
b. afiks derivatif lebih beragam, sedangkan afiks inflektif kurang beragam
c. afiks-afiks derivatif dapat mengubah jenis kata, sedangkan afiks-afiks inflektif tidak

B. Afiks menurut posisinya
Dilihat dari posisinya dapat dibedakan atas :
1. Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar, seperti me- pada kata
     menghibur. Prefiks dapat muncul bersama sufiks –kan pada kata berdasarkan, prefix me-     pada kata mengiringkan, prefiks ber- dengan infiks –em- dan sufiks –an pada kata     bergemetaran.
2. Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar, misalnya infiks el- pada kata     telunjuk, dan –er- pada kata seruling
3. Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar, missal sufiks –an pada     kata bagian, dan sufiks –kan pada kata bagikan. Seperti halnya prefiks, sufiks juga muncul     bersama afiks-afiks lain.
4. Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada     awal bentuk dasar, dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar. Karena     konfiks ini merupakan morfem terbagi, maka kedua bagian dari afiks itu dianggap sebagai     satu kesatuan, dan pengimbuhannya dilakukan sekaligus, tidak ada yang lebih dulu dan     tidak ada yang lebih kemudian, missal konfiks per-an pada kata peraturan, konfiks ke-/-an     pada kata keadaan
5. Interfiks adalah sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses     penggabungan dua buah unsure. Interfiks banyak kita jumpai dalam bahasa-bahasa indo german. Perhatikan contoh berikut :
Unsur 1                  Unsur 2               Gabungan              Makna   
   Tag                        Reise                  Tag.e.reise           day’s journey
   Jahr                        Zeit                    Jahr.es.zeit             year time
  Stern                     Banner               Stern.en.brief       stars end stripes
  Liebe                      Brief                  Liebe.s.briefl           ove letter
6. Transfiks adalah afiks yang berwujud vocal-vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar. Transfiks ini kita dapati dalam bahasa-bahasa semit (Arab dan Ibrani). Dalam bahasa ini biasanya berupa konsona-konsonan, biasanya tiga konsonan, seperti k-t-b ‘tulis’ dan d-r-s ‘belajar’. Maka transfiks itu diimbuhkan ke dalam konsonan-konsonan itu. Sebagai contoh perhatikan data berikut :
                                       katab            ‘dia laki-laki menulis’
                                       jiktib            ‘dia laki-laki akan menulis’
                                      maktu:b         ‘sudah menulis’
                                      maktaba        ‘toko buku’
C. Fungsi Afiks
     Sebuah afiks dikatakan berfungsi gramatikal kalau bentuk dasarnya berbeda dengan jenis bentukan yang baru. Misalnya kata makan berbeda dengan jenisnya makanan tergolong jenis kata benda. Perubahan jenis kata kerja menjadi kata benda merupakan salah satu fungsi gramatikal afiks –an atau dengan kata lain, salah satu fungsi afiks –an adalah bentuk kata benda.
      Fungsi semantik adalah fungsi yang berhubungan dengan makna kata. Makna kata sepeda berbeda dengan makna kata bersepeda. Kata bersepeda bermakna atau mempunyai sepeda. Jadi, fungsi semantik yang dikandung afiks ber- antara lain mempunyai atau menggunakan. 
      Fungsi afiks membentuk kata inflektif dan derivatif. Inflektif yaitu semua perubahan  afiks yang mempertahankan identitas kata. Hal ini terdapat dalam kata membaca yang dibentuk dari prefiks mem- dan baca (verba) dalam proses ini tidak terjadi perubahan kelas kata (masih verba). Derivatif yaitu semua perubahan yang melampaui semua perubahan identitas atau dengan kata lain setiap perubahan yang terjadi maka akan berpindah kelas kata (berderivasi). Hal ini terlihat pada bentukan kata pekerjaan yang dibentuk dari morfem pe-an dengan kata dasar kerja. Verba dasar kerja berubah menjadi kelas kata nomina pekerjaan .





















DAFTAR RUJUKAN
Chaer,Abdul.2007.Linguistik Umum.Jakarta: Rineka Cipta
PENDEKATAN DALAM APRESIASI SASTRA
        
1.1  Latar Belakang

       Karya sastra adalah karya yang kreatif dan imajinatif, bukan semata-mata imitatif. Kreatif dalam sastra berarti ciptaan, dari tidak ada menjadi ada. Kreatif dalam sastra juga berarti pembaruan. Jika kesustraan tidak mengandung isi, sering dianggap sebagai karya yang tidak bernilai. Setiap unsur dalam karya sastra saling berkaitan dan mempunyai hubungan dengan unsu lain. Sastra tidak sekedar bahasa yang dituliskan atau diucapkan, sastra tidak sekedar bermain bahasa. Akan tetapi bahasa yang mengandung makna lebih, sastra mempunyai nilai yang dapat memperkaya rohani dan mutu kehidupan. Meski keselarasan yang ada dalam karya sastra tidak secara otomatis berhubungan dengan keselarasan yang ada dalam masyarakat tempat sastra itu lahir.

Karena karya sastra begitu kental dengan seni, maka dalam memahami atau menganalisisnya diperlukan metode atau cara yang tepat, agar apa yang ingin disampaikan pengarang dengan mudah sampai ke pembaca. Salah satunya dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dalam mengapresiasi sastra.

Landasan yang digunakan oleh seseorang sewaktu mengapresiasi karya sastra dapat bermacam-macam. Keanekaragaman pendekatan yang digunakan itu dalam hal ini banyak ditentukan oleh tujuan dan apa yang akan diapresiasi lewat teks sastra yang dibacanya, kelangsungan apresiasi itu terproses lewat kegiatan bagaimana, dan landasan teori yang digunakan dalam kegiatan apresiasi. Pemilihan dan penentuan pendekatan tersebut tentu sangat ditentukan oleh tujuan pengapresiasi itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :
A. Apa pengertian pendekatan apresiasi sastra ?
B. Apa pengertian pendekatan parafrastis dalam mengapresiasi sastra ?
C. Apa pengertian pendekatan emotif dalam mengapresiasi sastra ?
D. Apa pengertian pendekatan analitis dalam mengapresiasi sastra ?
E. Apa pengertian pendekatan sosiopsikologis dalam mengapresiasi sastra ?
F. Apa pengertian pendekatan didaktis dalam mengapresiasi sastra ?
G. Apa pengertian pendekatan historis dalam mengapresiasi sastra ?

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
A. Untuk mengetahui pengertian pendekatan apresiasi sastra
B. Untuk mengetahui pengertian pendekatan parafrastis dalam mengapresiasi sastra
C. Untuk mengetahui pengertian pendekatan emotif dalam mengapresiasi sastra
D. Untuk mengetahui pengertian pendekatan analitis dalam mengapresiasi sastra
E. Untuk mengetahui pengertian pendekatan sosiopsikologis dalam mengapresiasi sastra
F. Untuk mengetahui pengertian pendekatan didaktis dalam mengapresiasi sastra
G. Untuk mengetahui pengertian pendekatan historis dalam mengapresiasi sastra

1.4 Manfaat Penulisan
1. Kegunaan teoritis
    secara teoritis, hasil penulisan ini berguna sebagai sumber informasi dalam rangka memperluas khasanah keilmuan yang berhubungan dengan dunia kesastraan.
2. Kegunaan Praktis
    
Hasil penulisan ini diharapkan berguna secara praktis di lapangan oleh berbagai pihak,adapun kegunaan hasil penelitian ini sebagai berikut :                                                                    
            a. Tambahan pengetahuan bagi penulis tentang pendekatan dalam apresiasi sastra.             
            b. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Apresiasi Prosa di Universitas Brawijaya.






BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan dalam Apresiasi Sastra
A. PENGERTIAN APRESIASI SASTRA
      Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin appreciation yang berarti ‘mengindahkan’ atau ‘menghargai’. Secara terminology apresiasi sastra dapat diartikan sebagai penghargaan, penilaian, dan pengertian terhadap karya sastra, baik berupa prosa fiksi, drama, maupun puisi (Dola, 2007). Dalam konteks yang lebih luas, istilah apresiasi menurut Gove mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Pada sisi lain, Squire dan Taba berkesimpulan bahwa sebagai suatu proses, apresiasi melibatkan tiga unsure inti, yakni 1). Aspek kognitif, 2). Aspek emotif 3). Aspek evaluative. Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca dalam upaya memahami unsure-unsur kesastraan yang bersifat objektif. Unsure-unsur kesastraan yang bersifat objektif tersebut selain dapat berhubungan dengan unsure-unsur yang secara internal terkandung dalam suatu teks sastra atau unsure intrinsic, juga dapat berkaitan dengan unsure – unsure di luar teks yang secara langsung menunjang kehadiran teks sastra itu sendiri. Aspek emotif berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca dalam upaya menghayati unsure-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Selain itu, unsure emosi juga sangat berperan dalam upaya memahami unsure-unsur yang bersifat subjektif. Unsure subjektif itu dapat berupa bahasa paparan yang mengandung ketaksaan makna atau bersifat konotatif-interpretatif serta dapat pula berupa unsure-unsur signifikan tertentu, misalnya penampilan tokoh dan setting yang bersifat metaforis. Aspek evaluative berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik-buruk, indah tidak indah, sesuai-tidak sesuai serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal cukup dimiliki oleh pembaca. Dengan kata lain, keterlibatan unsure penilaian dalam hal ini masih bersifat umum sehingga setiap apresiator yang telah mampu merespon teks sastra yang dibaca sampai pada tahapan pemahaman dan penghayatan, sekaligus juga mampu melaksanakan penilaian. sejalan dengan rumusan pengertian di atas, Effendi dalam (Aminudin,2002) mengemukakan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Juga disimpulkan bahwa kegiatan apresiasi dapat tumbuh dengan baik apabila pembaca mampu menumbuhkan rasa akrab dengan teks sastra yang diapresiasinya, menumbuhkan sikap sungguh-sungguh serta melaksanakan kegiatan apresiasi itu sebagai bagian dari hidupnya, sebagai suatu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaninya. Belajar apresiasi sastra pada hakikatnya adalah belajar tentang hidup dan kehidupan. Melalui karya sastra, manusia akan memperoleh gizi batin, sehingga sisi-sisi gelap dalam hidup dan kehidupannya bisa tercerahkan lewat kristalisasi nilai yang terkandung dalam karya sastra. Teks sastra tak ubahnya sebagai layar tempat diproyeksikan pengalaman psikis manusia. Seiring dengan dinamika peradaban yang terus bergerak menuju proses globalisasi, sastra menjadi makin penting dan urgen untuk disosialisasikan dan ‘dibumikan’ melalui institusi pendidikan. Karya sastra memiliki peranan yang cukup besar dalam membentuk watak dan kepribadian seseorang. Dengan bekal apresiasi sastra yang memadai, para keluaran pendidikan diharapkan mampu bersaing pada era global dengan sikap arif dan dewasa.

2.2 Macam-macam Pendekatan dalam Apresiasi Sastra
            Pendekatan sebagai suatu prinsip dasar atau landasan yang digunakan seseorang sewaktu mengapresiasi karya sastra dapat bermacam-macam. Keanekaragaman pendekatan yang digunakan itu dalam hal ini lebih banyak ditentukan oleh (1) tujuan dan apa yang akan diapresiasi lewat teks sastra yang dibacanya, (2) kelangsungan apresiasi itu terproses lewat kegiatan bagaimana, dan (3) landasan teori yang digunakan dalam kegiatan apresiasi. Pemilihan dan penentuan pendekatan tersebut tentu sangat ditentukan oleh tujuan pengapresiasi itu sendiri.
            Uraian tentang pengertian setiap jenis pendekatan tersebut, prinsip dasar yang melatarbelakangi serta gambaran tentang penerapannya dalam kegiatan apresiasi sastra dapat diuraikan sebagai berikut.
A.    Pendekatan Parafrasis dalam Mengapresiasi Sastra
Pengertian pendekatan parafrasis adalah strategi pemahaman kandungan makna dalam satuan cita sastra dengan jalan mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan pengarang dengan menggunakan kata-kata maupun kalimat yang berbeda dengan kata-kata dan kalimat yang digunakan pengarangnya. Tujuan akhir dari penggunaan parafrasis itu adalah untuk menyederhanakan pemakaian kata atau kalimat seorang pengarang sehingga pembaca lebih mudah memahami kandungan makna yang terdapat dalam suatu cipta sastra.
Prinsip dasar dari penerapan pendekatann parafratis pada hakikatnya berangkat dari pemikiran bahwa (1) gagasan yang sama dapat disampaikan lewat bentuk yang berbeda, (2) symbol-simbol yang bersifat konotatif dalam suatu cipta sastra dapat diganti dengan lambing atau bentuk lain yang tidak mengandung makna, (3) kalimat-kalimat atau baris dalam suatu cipta satra yang mengalami pelepasan dapat dikembalikan lagi kepada bentuk dasarnya, (4) pengungkapan kembali suatu gagasan yang sama dengan menggunakan media atau bentuk yang tidak sama oleh seorang pembaca akan mempertajam pemahaman gagasan yang diperoleh pembaca itu sendiri.

B. Pendekatan Emotif dalam Mengapresiasi Sastra
Pendekatan emotif dalam mengapresiasi sastra adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang mengajuk emosi atau perasaan pembaca. Ajukan emosi itu dapat berhubungan dengan keindahan penyajian bentuk maupun ajukan emosi yang berhubungan dengan isi atau gagasan yang lucu dan menarik.
Prinsip-prinsip dasar yang melatarbelakangi adanya pendekatan emotif ini adalah pandangan bahwa cipta sastra merupakan bagian dari karya seni yang hadir di hadapan masyarakat pembaca  untuk dinikmati sehingga mampu memberikan hiburan dan kesenangan. Dan dengan menerapkan pendekatan emotif inilah diharapkan pembaca mampu menemukan unsur-unsur keindahan maupun kelucuan  yang terdapat dalam suatu karya sastra. 

C.    Pendekatan Analitis dalam Mengapresiasi Sastra
Pengertian pendekatan analitis itu sendiri adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang menampilkan atau mengimajikan ide-idenya, sikap pengarang dalam menampilkan gagasan-gagasannya, elemen intrinsik dan mekanisme hubungan dari setiap elemen instrinsik itu sehingga mampu membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam rangka  membangun totalitas bentuk maupun totalitas maknanya.
Penerapan pendekatan analitis itu pada dasarnya akan menolong pembaca dalam upaya mengenal unsur-unsur intrinsik sastra yang secara aktual telah berada dalam suatu cipta sastra dan bukan dalam rumusan-rumusan atau definisi seperti yang terdapat dalam kajian teori sastra. Selain  itu, pembaca juga dapat memahami bagaimana fungsi setiap elemen cipta sastra dalam rangka membangun keseluruhannya.


D.    Pendekatan Historis dalam Mengapresiasi Sastra
Pendekatan historis adalah suatu pendekatan yang menekankan pada  pemahaman boigrafi pengarang, latar belakang peristiwa kesejarahan yang melatarbelakangi masa-masa terwujudnya cipta sastra yang dibaca, serta tentang perkembangan kehidupan penciptaan maupun kehidupan sastra itu sendiri pada umunya dari zaman ke zaman.
Prinsip dasar yang melatarbelakangi lahirnya pendekatan ini adalah anggapan bahwa cipta sastra bagaimanapun juga merupakan bagian dari zamannya. Selain itu, pemahaman terhadap biografi pengarang juga sangat penting dalam upaya memahami kandungan makna dalam suatu cipta sastra.


E.  Pendekatan Sosiopsikologis dalam Mengapresiasi Sastra
Pendekatan sosiopsikologis adalah suatu pendekatan yang beusaha memahami latar belakang kehidupan sosial-budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya ataupun zamannya pada saat cipta sastra itu diwujudkan.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini memang sering tumpang tindih dengan pendekatan historis. Akan tetapi, selama masalah yang akan dibahas untuk setiap pendekatan itu dibatasi dengan jelas,makan ketumpangtindihan itu pasti dapat dihindari.

F.   Pendekatan Didaktis dalam Mengapresiasi Sastra
Pendekatan didaktis adalah sautu pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang tehadap kehidupan. Gagasan, tanggapan maupun sikap itu dalam hal ini akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.
Pendekatan didaktis ini pada dasarnya juga merupakan suatu pendekatan yang telah beranjak jauh dari pesan tersurat yang terdapat dalam suatu cipta sastra. Sebab itulah penerapan pendekatan didaktis dalam apresiasi sastra akan menuntut daya kemampuan intelektual, kepekaan rasa, maupun sikap yang mapan dari pembacanya.



BAB III
   PENUTUP
3.1 Kesimpulan
     Dalam memahami atau menganalisis sebuah karya sastra diperlukan metode atau cara yang tepat, agar apa yang ingin disampaikan pengarang dengan mudah sampai ke pembaca. Salah satunya dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dalam mengapresiasi sastra seperti  1). Pendekatan parafrastis dalam apresiasi sastra 2). Pendekatan emotif dalam apresiasi sastra 3). Pendekatan analitis dalam apresiasi sastra 4). Pendekatan historis dalam apresiasi sastra 5). Pendekatan sosiopsikologis dalam apresiasi sastra dan 6). Pendekatan didaktis dalam apresiasi sastra. Belajar apresiasi sastra pada hakikatnya adalah belajar tentang hidup dan kehidupan. Melalui karya sastra, manusia akan memperoleh gizi batin, sehingga sisi-sisi gelap dalam hidup dan kehidupannya bisa tercerahkan lewat kristalisasi nilai yang terkandung dalam karya sastra. Teks sastra tak ubahnya sebagai layar tempat diproyeksikan pengalaman psikis manusia. Seiring dengan dinamika peradaban yang terus bergerak menuju proses globalisasi, sastra menjadi makin penting dan urgen untuk disosialisasikan dan ‘dibumikan’ melalui institusi pendidikan. 

3.2 Saran
      Karya sastra adalah hasil karya yang mempunyai nilai yang sangat tinggi. Dalam menganalisisnya memerlukan cara yang unik atau bisa dikatakan rumit. Untuk menganalisisnya bisa menggunakan pendekatan-pendekatan dalam apresiasi sastra seperti    1). Pendekatan parafrastis dalam apresiasi sastra 2). Pendekatan emotif dalam apresiasi sastra 3). Pendekatan analitis dalam apresiasi sastra 4). Pendekatan historis dalam apresiasi sastra 5). Pendekatan sosiopsikologis dalam apresiasi sastra dan 6). Pendekatan didaktis dalam apresiasi sastra. Oleh karena itu, tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk bisa digunakan oleh pembaca. Baik untuk mengerjakan tugas atau sekedar untuk menikmati karya sastra. Makalah ini memudahkan pembaca dalam menganalisis karya sastra.




DAFTAR RUJUKAN
Aminudin. 2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru Algensindo
http://www.scribd.com/doc/24031458/Diktat-Teori-Dan-Apresiasi-Sastra
Dalam hidup, akan selalu ada orang yg tak menyukaimu, namun itu bukan urusanmu. Lakukan apa yg kamu anggap bena, terserah apa kata mereka,, ini hidupmu bukan hidup mereka,
Btw, kali ini saya mau sedikit curhat aja, tentang suka duka selama saya kuliah di jurusan yang mungkin dianggap “enteng” oleh sebagian orang. Ya itung-itung ini peninggalan saya sebagai mahasiswa semester satu, baru aja menetapkan diri untuk stay di jurusan ini.


Saat ini saya tercatat sebagai mahasiswa semester awal di sebuah Universitas di Malang. Perlu disebutin? Harus tahu dong, Universitas apa yang terbesar di Malang dengan status yang bimbang negeri atau mandiri. Ya, pembaca harus tahu. Saya kuliah di  jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Kenapa saya pilih Bahasa dan Sastra Indonesia? Kenapa yah ? tanya kenapa ??? :P

Kalau boleh jujur, awal saya mau kuliah saya tidak pernah berminat akan mengambil jurusan itu. Saya pengen kuliah ngambil acounting ataupun ilmu-ilmu yang berbau science pkoknya gak pengen ngambil ilmu yang gak ada hubungan dengan guru lah. Namun tidak dilepaskan oleh ibu saya.Dulu saya juga sudah di terima di jurursan akuntansi di Universitas sawasta terbesar di Malang, juga pernah di terima jurusan Biologi di Universitas swasta terbesar di Malang, juga pernah di terima di jurusan ilmu kelautan di Universitas negeri terbesar di Malang, juga pernah di terima di jurusan PKn di universitas negeri terbesar di Malang, juga pernah di terima di jurusan akuntansi di universitas swasta terbesar di Malang untuk ke dua kalinya. akhirnya perjalanan panjang pencariankupun terhenti di jurusan ini.

Kebetulan kampus saya itu memang negeri. Fakultas tempat saya mendaftar adalah fakultas yang memiliki beberapa jurusan bahasa yang menawarkan bahasa asing yang terkesan lebih “bergengsi” daripada bahasa Indonesia, seperti: Inggris. Jadi saya punya fikiran, buang aja gak yah jalur ini? ikut jalur tes aja? tapi saya takut ,dan saya rasa inilah takdir yang Allah berikan sama saya. Soalnya  Ibu saya aja rada gak sreg saya mengambil jurusan tersebut, maka dengan mengucap Basmallah saya memutuskan untuk mengambil jurusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia tersebut.  faktanya,saya masuk juga ke dalam jurusan itu sampai saat ini dan mulai menikmati hasilnya..

Awal tercatat sebagai mahasiswa jurusan itu, saya sempat merasa sedikit “minder” dengan jurusan saya. Bukan tanpa alasan saya merasa seperti itu. Bayangkan, tiap reuni atau berkenalan dengan orang dan menanyakan kuliah di jurusan apa, pasti komentar mereka lumayan bikin saya “sesak nafas”. Dengan cueknya mereka bertanya, “Kenapa ngambil bahasa Indonesia? Emang gak bisa bahasa Indonesia sampai dipelajarin lagi?” atau yang lebih parah bikin sesak ada yang bilang gini, “Kenapa bahasa Indonesia? banyak sudah tuh yang jadi guru bahasa indonesia, mana ada sudah lowongan PNSnya tuh kan?”

Saat itu saya hanya bisa menjawab dengan tersenyum "Saya merasa bakat saya di cabang bahasa indonesia," sambil dalem hati ngedumel, “Baguskah nilai bahasa Indonesiamu saat sekolah sehingga merasa sudah pintar? Bukankah yang ada, karena menyepelekan bahasa Indonesia nilaimu malah tidak bagus? Lalu yakinkah kamu sudah mampu berbahasa dengan baik? Lalu haruskah kau merasa kalau bahasa negaramu tidak “sekeren” bahasa asing? Bayangkan, sangat menyedihkan yah orang Indonesia aja gak mencintai bahasa negaranya sendiri..”

Saya menyesal karena tidak bisa mengutarakan itu semua kepada mereka yang menanggap “remeh” jurusan saya saat itu. Tapi yang lebih membuat saya menyesal, tidak seharusnya saya merasa “rendah” dengan jurusan mereka yang dianggap “lebih mentereng” daripada jurusan saya. Sekarang saya justru bangga dengan jurusan saya. Karena apa?? Karena saya mendapatkan banyak kesempatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Saya jadi lebih berani berbicara di depan umum, saya jadi lebih mencintai bahasa negara kita, saya jadi lebih mengerti tentang seluk beluk bahasa Indonesia yang selama ini belum pernah saya tau.. Itu semua belum tentu bisa saya dapatkan kalau saya mengambil jurusan lain..yah, memang semua jurusan mempunyai kelebihan masing-masing kan.

Intinya saya sekarang justru bangga dengan jurusan saya.oh ya saya lupa, aq paling benci orang yang munafik suka ngremehin semua pekerjaan, seakan pekerjaannya tu yang paling baik ja,,,,,, dan satu hal knp sih kamu selalu membangga-banggakan jurusanmu,, kalo aq mau?????? sudah dr dlu aq ngambil jurusanmu itu, syang aq g mau,,, seorang guru lebih baik daripada seorang petani.